Depresi Mengincar Nyawa, Islam Perisainya

Fisik yang kuat belum tentu diimbangi dengan jiwa yang sehat. Faktanya, saat ini kesehatan jiwa justru menjadi ‘silent epidemics’ yang sewaktu- waktu dapat ‘mencabut’ nyawa siapa saja. Diprediksi, posisinya bakal menempati pringkat kedua di bawah penyakit jantung koroner.

Adapun salah satu gangguan kejiwaan yang sedang melanda masyarakat adalah stress atau depresi. Depresi merupakan gangguan mental atau gangguan suasana perasaan yang tidak dapat di kendalikan sehingga bisa mengganggu kegiatan sehari-hari. Tiga gejala utama deprasi yakni kehilangan minat terhadap hal-hal yang dulu disukainya, kehilangan energi dan perasaan murung. Penderitanya selalu merasa sedih, mudah lelah, loyo, hilang kegembiraan, tidak percaya diri, mengalami gangguan tidur, makan, pandangan masa depan suram, sulit konsentrasi, merasa bersalah, serta percobaan bunuh diri.

Berdasarkan penilitian, depresi lebih banyak dialami wanita karena faktor biologis. Namun ternyata, depresi tidak hanya menyerang secara individualistik melainkan sudah menjadi gejala massal. Semakin banyak orang yang mudah tersinggung, mengamuk dan kian agresif. Atau sebaliknya, menjadi mudah menyerah dan mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. Penggunaan narkoba pun dijadikan pelarian dari tekanan jiwa, ini menunjukan depresi individual maupun massal makin serius di  masyarakat. Hasilnya dewasa ini jumlah orang gila makin menggila. Penghuni rumah sakit jiwa makin berjejal, psikolog dan psikiater makin laris. Kasus-kasus bunuh diri,’mati mendadak’ atau pembunuhan sadis juga semakin mengganas, dimana melibatkan anak-anak, remaja dan dewasa.

Ada beberapa faktor pemicu depresi massal. Faktor pertama adalah  penerapan kebijakan yang kapitalistik. Contohnya penerapan sistem pendidikan yang tidak pro anak mengakibatkan pelajar ataupun mahasiswa menjadi tertekan dengan beban pelajaran sekolah. Faktor pemicu yang berikutnya adalah tidak adanya keadilan dan kesejahteraan. Kemiskinan hampir selalu memicu stres. Adanya kesenjangan antara si kaya dan si miskin memunculkan rasa ketidak puasan. Lapangan pekerjaan yang minim dan kompetisi dalam dunia kerja juga menjadi pencetusnya. Faktor terakhir adalah persaingan hidup yang ketat. Dimana saat ini orang ingin serba cepat: cepat kaya, cepat berkuasa, cepat sembuh, cepat populer dan sebagainya. Mereka berharap semua bisa di capai dengan instan dan mudah , bukan lewat cara yang berorientasi pada proses dan daya juang. Akibatnya banyak yang nekat, mulai dari menipu, memeras, menjual diri atau membunuh orang.

Negara kita sendiri belum serius menangani masalah kesehatan jiwa ini. Memang, di beberapa layanan kesehatan sudah terdapat penanganan terhadap pasien gangguan jiwa. Namun hal tersebut hanya mengatasi secara individual. Sementara akar pemicu masalahnya belum di cabut yakni sistem hidup yang rusak dan batil. Jadi jika masyarakat ingin  terbebas dari ancaman depresi maka harus mengganti sistem sekuler  kapitalistik yang ada sekarang dengan sistem islam secara totalitas. Karena dalam islam setiap individu di wajibkan membentengi dirinya dangan iman dan takwa. Beban apapun akan di jalankan dengan ringan hati, ikhlas dan tawakal. Tiap individu di tancapkan pemahaman bahwa setiap permasalahan adalah ujian keimanan. Karena setiap orang beriman akan di uji Allah dan ujian merupakan penghapus dosa.

Islam memiliki cara ampuh untuk mengatasi depresi diantaranya : berwudhu, shalat, dzikir dan berdoa, tadarus Al-Qur’an, sedekah, silaturahim, telepon kerabat atau orang kepercayaan. Di samping itu semua, kita memerlukan islam sebagai sistem hidup yang dapat mensejahterakan, karena Allah sendiri yang telah menjanjikannya. Islam adalah solusi dari setiap permasalahan. Dengannya kita akan selamat dari ancaman depresi yang mematikan.

Novi Indriyani
Jl. Balikpapan III No. 387 Indramayu
Powered by Blogger.