AMMI Tolak Kenaikan Tarif PDAM Indramayu



Indramayu - Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Indramayu (AMMI) berunjuk rasa ke Gedung DPRD dan Pendopo Kab. Indramayu, Senin (30/11). Mereka menolak pemberlakukan tarif baru air PDAM Tirta Dharma Ayu.

Para pengunjuk rasa berjalan kaki dari depan kampus AMIK di Jln. Ir. H. Djuanda sambil membawa poster dan terus berorasi. Mereka meminta DPRD Kab. Indramayu menyuarakan aspirasi masyarakat terkait kenaikan tarif tersebut.

"Masyarakat menjadi resah akibat kenaikan tarif PDAM. Ini menjadi beban hidup baru. Kebijakan menaikkan tarif air bukan kebijakan yang populis," kata Duljani, salah seorang pengunjuk rasa.

AMMI diterima tiga Wakil Ketua DPRD, Kuswanto (PDI-P), Abdullah Thohir (Demokrat), dan Sanusi Ghofur (PKB). Kuswanto menyatakan, DPRD Kab. Indramayu tengah merancang pertemuan rapat kerja dengan Direksi PDAM Tirta Dharma Ayu. Namun agenda yang dijadwalkan pada Senin (30/11) ini, urung dilakukan karena Direksi PDAM tengah mengikuti musyawarah nasional PDAM se-Indonesia di Batam, Riau.

Dikatakan, pimpinan DPRD dan Komisi C telah membuat jadwal baru dengan Direksi PDAM terkait kenaikan tarif air. Rencananya rapat kerja akan dilakukan 7 Desember mendatang dengan agenda mengundang direksi pada awal Desember nanti.

Tolak perluasan pabrik

Sementara itu, warga Desa/Kec. Purwadadi, Subang menolak pembangunan perluasan pabrik garmen, PT Wilbess Global karena selama ini tak pernah ada koordinasi.

Kepala Desa Purwadadi, Yanto Iryanto didampingi beberapa tokoh masyarakat mengatakan, pihaknya mengaku kaget karena tiba-tiba ada pembangunan perluasan pabrik. Padahal bangunan yang sudah ada pun tak pernah mendapat rekomendasi dari masyarakat karena Desa Purwadadi bukan zona industri.

"Ketika kami meminta agar ada warga yang dijadikan pegawai non-skill seperti cleaning service atau apa saja, ternyata tidak pernah digubris. Para pekerjanya semua pendatang," jelas Yanto.

Tokoh masyarakat Purwadadi, Hendi Sukmayadi, menuding perusahaan garmen itu tidak memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Padahal berdasarkan aturan, lanjutnya, pabrik yang dibangun di atas lahan di atas 5 hektare harus mengantongi berbagai perizinan, termasuk amdal.

Hendi yang juga Ketua Komisi Daerah Aliran Sungai dan Lingkungan Hidup (Komdas LH) Kab. Subang mengatakan, syarat pembangunan kawasan industri itu adalah rekomendasi kesepakatan dari warga sekitar, serta rencana syarat amdal yang berpihak pada terjaganya pelestarian lingkungan. Sedangkan PT Wilbess Global, kata Hendi, dinyatakan tidak layak membuka kawasan industri baru di lingkungan tersebut.
Powered by Blogger.