Mimi Rasinah dan Tari Topeng Indramayu (Bag 1)



Indramayu - Mimi Rasinah adalah seorang Penari Topeng Indramayu ternama. Bahkan, namanya pun sudah dimasukkan dalam kategori maestro. Perempuan berusia 80 tahun itu telah memperlihatkan dedikasi yang begitu tinggi terhadap kesenian tradisional itu. Ia bukan hanya menari dengan topeng-topeng yang selalu berganti di wajahnya. Tapi, ia juga menyebarkan inspirasi bagi orang lain untuk mencintai Tari Topeng Indramayu.

Rasinah lahir di Desa Pekandangan, Indramayu, Jawa Barat. Kedua orangtuanya juga seniman. Karena itu, darah seni pun menucur deras di dalam nadinya. Sejak kecil ia telah diajari menari lengkap dengan aturan-aturan “mistis”nya. Bahkan, ia pun telah “diamenkan” di panggung-panggung hajatan (bebarang), untuk menegaskan suratan hidupnya yang seniman.

Masa kanak-kanak dan remaja Rasinah hanyalah tarian. Gejolak hidup Rasinah muda hanyalah panggung-panggung hajatan, lengkap dengan suara tetabuhannya. Sehingga, di luar Tari Topeng Indramayu, sungguh ia bukanlah apa-apa. Seperti pelantun lagu Gambang Kromong klasik, Masnah, ia pun cerminan “anak wayang” yang sepanjang hidupnya lebih diberikan untuk panggung dan penonton. Ia sama sekali tidak mengenal hal lain di luar dunia tersebut. Sekolah atau menikmati keceriaan seperti kaum remaja sebayanya.

rasinah, sumber foto kapasmerahKeteguhan Rasinah untuk terus konsisten di jalurnya bukan tidak dihadang masalah. Pergeseran selera masyarakat dari kesenian tradisional ke kesenian yang lebih modern membuat Rasinah – dan seniman tradisional pada umumnya – terkena imbas besar. Mereka kehilangan panggung-panggung hajatan, lahan untuk mengekspresikan kesenimanannya, dan tentu saja, nafkah!

Masa-masa sulit seperti itu dirasakan benar oleh Rasinah. Terlebih setelah ayah dan ibunya meninggal. Ia memang anak tunggal. Sehingga, ia harus menggantungkan hidupnya pada sang suami. Ia nyaris tidak memiliki kesempatan untuk menari. Lantaran tidak ada lagi yang mengundangnya.

Dalam kesendirian dan keterasingan, ia hanya memasrahkan hidupnya pada Yang Mahaperkasa. Ia tidak berani lagi menghitung-hitung suratan nasib di depannya. Karena, ia sadar bahwa ia hanyalah seniman tradisional, plus dengan kemampuan yang terbatas. Untuk beralih pada sumber penghidupan yang lain, ia juga merasa tidak bisa. Maka, ia pun hanya bisa menari di rumahnya sendiri. Kerap, ia menari ditemani cucunya, Aerli. Dan, dengan sisa gendang, saron, dan gong, dari ayahnya, ia juga coba ajarkan pada cucunya yang Edi. Saat itu, ia mencoba menitiskan kemampuan berkeniannya kepada kedua cucunya.

Cara itu ditempuh oleh Rasinah, agar ia tetap memiliki semangat untuk menari. Di benaknya hanya terlintas satu niat, agar hidup yang pahit itu bisa dijalani dengan keceriaan sambil membagi-baginya kepada orang terdekat. Tari Topeng Indramayu adalah satu-satunya harta karun yang dimilikinya. Sehingga, hanya dengan “benda” itulah ia bisa mewariskannya kepada keturunannya.

Bangunan semangat untuk bertahan dan berbagi, serta kepasrahan untuk menyerahkan segala-galanya kepada Dzat Yang Mahasempurna, akhirnya berbuah kebahagiaan. Ketabahan dan kegigihan untuk terus berkesenian secara bersahaja membuahkan perhatian pihak lain. Ia percaya bahwa orang yang tiba-tiba memedulikan dirinya dan Tari Topeng Indramayunya adalah tangan-tangan Tuhan. Ya, cerminan sifat rahman dan rahimNya.


Powered by Blogger.