Pahlawan Devisa

8-ichsan-percikan
Oleh Ichsan Jukara

SERBUAN tenaga kerja asal Indonesia yang mengadu nasib di sejumlah negara menjadi bukti bila bangsa kita belum mampu memberikan lapangan kerja maupun kesempatan hidup yang lebih layak bagi rakyatnya.
Meski dengan “seabreg” resiko yang harus ditanggung, seperti jauh dari keluarga, berpotensi menjadi korban tindakan kekerasan majikan, bekerja tanpa gaji bahkan sampai pulang tinggal nama, seolah tak menyurutkan keinginan warga Indonesia untuk mengadu keberuntungan sebagai tenaga murah disejumlah sektor informal.
Kabupaten Indramayu, kota di pesisir utara Jawa Barat, ternyata tercatat sebagai kabupaten terbesar pengirim tenaga migran ke sejumlah negara di Asia dan Timur Tengah. Kontribusi para tenaga kerja wanita (TKW) maupun TKI asal Indramayu yang mendorong percepatan kesejahteraan keluarga tak terbantahkan. Tercatat lebih dari Rp 1 miliar kiriman TKW/TKI setiap bulannya masuk ke Indramayu melalui jasa perbankan maupun PT. Pos Indonesia.
Peningkatan taraf hidup keluarga pun sangat terlihat mulai dari kemampuan membangun rumah, membeli tanah bahkan deposito, sebagai cadangan bila masa kontrak kerja habis.
Julukan para tenaga migran sebagai “pahlawan devisa” pun menjadi simbol, bila bekerja di sektor ini sangat menjanjikan adanya perubahan hidup. Kepala Dinsosnaker Indramayu Drs. H. Iwa Sungkawa mengakui bila jumlah TKI/TKW asal Indramayu setiap tahun terus meningkat. Diperkirakan jumlah TKW/TKI Indramayu pada tahun 2009 ini tidak kurang dari 15.000 orang. Namun sayangnya jumlah TKI/TKW tersebut sebagian besar tidak terdaftar secara resmi, mereka sebagian diberangkatkan oleh PJTKI ilegal termasuk adanya indikasi pemalsuan umur serta alamat.
“Kita masih ingat kasus Casingkem TKW asal Indramayu yang menjadi sandera di Timur Tengah, karena alamatnya dipalsukan, ia sempat terkatung-katung sebelum akhirnya dipulangkan ke Indramayu,” tutur Iwa.
Kasus TKW yang menjadi terlantar, korban kekerasan dan penyiksaan, tidak digaji dan berbagai tindakan yang tidak manusiawi menjadi sisi buram di tengah “gemerlap dolar” sebagai daya tarik para buruh migran untuk mengadu nasib di negeri orang.
Seperti yang menimpa TKW lain, Etin Suprihatin (37 tahun) warga Desa Bojong Slawi Kec. Lohbener. Sudah hampir 2 tahun ia mengaku tak digaji dan keberadaannya kini tidak diketahui.
Sederet masalah yang menimpa para pahlawan devisa ini, menjadi “PR” besar bagi pemerintah. Pemerintahpun kini terus berupaya melakukan penataan ulang sistem pengiriman TKW/TKI asal Indonesia. Keterlibatan lembaga resmi seperti Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) diharapkan bisa mengeliminir berbagai kasus TKW/TKI yang teraniaya di negeri tujuan.
Semoga kekerasan yang dialami para pahlawan devisa tidak terulang lagi dan pemerintah mampu memberikan perlindungan yang optimal terhadap para TKI yang mengadu nasib di luar negeri.***

Powered by Blogger.