Buka Kedok

6-abu-bakar-percik

Oleh Abu Bakar

DI pagi buta, Kota Indramayu sungguh sejuk. Suasana pagi dengan desiran angin lembut sepoi-sepoi, semakin membuat suasana tambah asri. Kota dengan sebutan Bumi Wiralodra ini, sungguh elok. Tentunya seelok warga dan penghuni kotanya. Saat itu, aku ikut nongkrong di tukang serabi di pinggiran jalan Kota Indramayu, tepatnya di pinggir jalan masuk Hotel Wiwi Perkasa 2.
Saya bersama beberapa tukang becak, seorang anggota hansip yang habis piket, pak haji yang baru saja salat subuh dengan seorang ibu ngobrol mengenai apa saja. Mulai dari penghasilan tukang becak semalam, pengalaman kerja, partai politik, calon anggota legislatif, pembangunan, Pemilu 2009 dan lainnya.
Dalam obrolan santai itu, sebuah tema obrolan yang cukup hangat, menarik dan simpel. Kalau disimpulkan, poin obrolan itu adalah, saat ini banyak tokoh Indramayu mulai “buka kedok”. Terutama untuk memanfatkan momentum pemilu dan masa berakhirnya kepemimpinan Bupati Yance.
“Saat ini banyak tokoh buka kedok. Dulu, katanya orang dekat bupati, eh sekarang menjauh, karena ingin jadi orang nomor satu. Ada lagi, dulu dia tokoh agama dan orang dekat andalan Bupati Yance, tapi kini juga mulai kasak-kusuk karena ingin digandeng atau ingin maju menjadi E-1,” ujar tukang becak dengan santainya dia bicara.
Mendengar celoteh itu, di antara orang yang “ngriung” di tukang serabi tersebut, ada sosok tokoh Pak Haji. Kata Pak Haji, orang yang buka kedok itu, namanya ingin memanfaatkan momentum. “Karena, momentum itu sangat berharga, serta memiliki konsekuensi terhadap setiap apa yang kita perbuat, baik perkataan, perbuatan, serta tindakan yang kita lakukan,” kata pak haji.
Menurut penilaian Pak Haji, seharusnya orang itu jangan salah buka kedok dengan memanfaatkan momentum yang salah. Artinya, kalau momentum itu tidak berpihak dan tidak mendukung, maka siap-siap saja, orang yang kini buka kedok itu akan dilaknat oleh Allah SWT (karena khianat), selain juga akan dijauhi pasca pemilu usai.
Momentum yang dimaksud adalah, masa atau waktu. Kata Pak Haji dalam obrolan itu, setiap momen yang kita lewati hanya akan terjadi sekali. “Tidak bisa diulang lagi. Bila kita mengalami kesalahan dalam memilih partai misalnya, maka bisa fatal akibatnya. Karena sejatinya, kita ingin hidup dengan keberhasilan dan kesejahteraan serta kemakmuran,” jelas Pak Haji.
Momentum pemilu, harus dijadikan momen yang berharga dalam kehidupan masyarakat. Bahwa dalam kehidupan manusia itu setiap detiknya berharga. Konsekuensi yang akan kita ambil, harus benar-benar cermat. “Boleh banyak bendera parpol, boleh banyak calon anggota legislatif, bahkan tujuanya boleh sama baik. Namun kondisinya berbeda, mereka tidak sama, yang penting sudah memberikan bukti bukan janji,” kata seorang ibu yang siap kembali jalan pagi.
“Betul bu,” sergah Pak Hansip. “Sapa sing bisa disalahaken. Reang mah masih mending gah tetep melu bupati bae. Bagen jare uwong urip reang masih sengsara, karna dadi hansip bae. Tapi hidup ini jauh lebih baik, dari pada hidup di Jakarta malah jadi tukang pemulung. Masih mending gah urip ning dermayu, bisa mangan, uripe waras karena berobate gratis, bocah beli sengsara karena sekolahe gratis,” ungkap pak hansip dengan gaya bahasa khasnya.***

Powered by Blogger.