Calon Legislatif Mulai Kehabisan ”Bensin”
INDRAMAYU – Penetapan calon anggota legislatif (caleg) terpilih dengan sistem suara terbanyak ternyata benar-benar menguras tenaga, pikiran, dan tentu saja kantung para caleg. Pasalnya dengan sistem ini mereka tidak bisa lagi ongkang-ongkang kaki atau duduk manis menunggu hasil pemungutan suara.
Alhasil, banyak caleg yang sudah kehabisan “bensin” sebelum pemilihan dilaksanakan. Bahkan sejumlah caleg mengaku hanya bisa pasrah menunggu garis tangan, karena mereka merasa sudah melakukan upaya maksimal dengan menjalin komunikasi maupun silaturahmi dengan masyarakat secara intensif.
Informasi yang diperoleh koran ini dari berbagai sumber, rata-rata caleg yang aktif turun ke bawah sudah menghabiskan anggaran hingga ratusan juta rupiah. Tak heran memasuki hari-hari terakhir menjelang pemilihan yang jatuh pada 9 April, banyak caleg kehabisan dana. Kondisi inilah rupanya yang menjadi salah satu penyebab kenapa banyak yang enggan untuk melakukan kampanye terbuka dengan melakukan pengerahan massa.
“Yang pasti kalau melakukan kampanye terbuka dengan pengerahan massa biayanya akan lebih besar lagi. Padahal kalau biaya tersebut dipergunakan untuk kegiatan silaturahmi langsung dengan masyarakat justru akan lebih bermanfaat,” ungkap Maksudi Marfu, caleg PPP Dapil 1 untuk DPRD Indramayu.
Sementara menurut caleg Partai Golkar Dapil 1 untuk DPRD Indramayu, H Uryanto Hadi SH SE, biaya untuk pencalonan kali ini memang relatif besar. Selain untuk membuat berbagai atribut seperti baliho, spanduk, stiker, maupun kaos, juga biaya operasional untuk melakukan kunjungan atau silaturahmi dengan masyarakat.
“Kalau soal berapa biaya yang telah dikeluarkan tentunya kurang etis kalau saya sebutkan. Yang jelas berapapun biayanya tidak menjadi masalah asalkan masyarakat merasa puas atas kunjungan kita,” tandasnya.
Kemana larinya dana ratusan juta bahkan miliaran rupiah dari kantung para caleg? Informasi yang diperoleh, sebagian besar dana tersebut adalah untuk biaya operasional dalam rangka turun ke masyarakat. Selain itu juga untuk biaya pembuatan logistik seperti baliho, stiker, poster, kaos dan yang lainnya. Sementara sebagian caleg juga mengeluarkan dana tersebut untuk pemasangan iklan di media cetak maupun elektronik.
Tapi dilihat dari persentasenya, jumlah caleg yang memilih untuk beriklan di media massa baik radio maupun koran ternyata sangat sedikit atau bisa dihitung dengan jari. Seperti diungkapkan Deny Sanjaya dari Radio Kijang Kencana FM. Menurutnya, dari ratusan caleg yang ada ternyata hanya 7 yang pasang iklan. Hal senada juga diungkapkan Nano Budiono dari Radio Cinde FM. Menurutnya, jumlah caleg yang memasang iklan di Radio Cinde 101,3 FM bisa dihitung dengan jari.
“Awalnya kami berharap banyak caleg yang akan menggunakan media radio untuk mempromosikan diri. Tapi kenyataannya cuma beberapa gelintir,” ungkapnya. Nano justru mensinyalir sedikitnya caleg yang pasang iklan di radionya adalah akibat banyaknya radio gelap yang beroperasi.
Menurutnya, banyak caleg yang memanfaatkan keberadaan radio gelap untuk berpromosi karena biayanya sangat murah. Bahkan menurut informasi berapapun biayanya akan diterima.
Minat beriklan yang rendah ternyata juga terjadi di media cetak. Dari pengamatan di sejumlah media lokal yang ada, ternyata caleg lokal yang beriklan sangat sedikit dan masih bisa dihitung dengan jari. (oet)
Alhasil, banyak caleg yang sudah kehabisan “bensin” sebelum pemilihan dilaksanakan. Bahkan sejumlah caleg mengaku hanya bisa pasrah menunggu garis tangan, karena mereka merasa sudah melakukan upaya maksimal dengan menjalin komunikasi maupun silaturahmi dengan masyarakat secara intensif.
Informasi yang diperoleh koran ini dari berbagai sumber, rata-rata caleg yang aktif turun ke bawah sudah menghabiskan anggaran hingga ratusan juta rupiah. Tak heran memasuki hari-hari terakhir menjelang pemilihan yang jatuh pada 9 April, banyak caleg kehabisan dana. Kondisi inilah rupanya yang menjadi salah satu penyebab kenapa banyak yang enggan untuk melakukan kampanye terbuka dengan melakukan pengerahan massa.
“Yang pasti kalau melakukan kampanye terbuka dengan pengerahan massa biayanya akan lebih besar lagi. Padahal kalau biaya tersebut dipergunakan untuk kegiatan silaturahmi langsung dengan masyarakat justru akan lebih bermanfaat,” ungkap Maksudi Marfu, caleg PPP Dapil 1 untuk DPRD Indramayu.
Sementara menurut caleg Partai Golkar Dapil 1 untuk DPRD Indramayu, H Uryanto Hadi SH SE, biaya untuk pencalonan kali ini memang relatif besar. Selain untuk membuat berbagai atribut seperti baliho, spanduk, stiker, maupun kaos, juga biaya operasional untuk melakukan kunjungan atau silaturahmi dengan masyarakat.
“Kalau soal berapa biaya yang telah dikeluarkan tentunya kurang etis kalau saya sebutkan. Yang jelas berapapun biayanya tidak menjadi masalah asalkan masyarakat merasa puas atas kunjungan kita,” tandasnya.
Kemana larinya dana ratusan juta bahkan miliaran rupiah dari kantung para caleg? Informasi yang diperoleh, sebagian besar dana tersebut adalah untuk biaya operasional dalam rangka turun ke masyarakat. Selain itu juga untuk biaya pembuatan logistik seperti baliho, stiker, poster, kaos dan yang lainnya. Sementara sebagian caleg juga mengeluarkan dana tersebut untuk pemasangan iklan di media cetak maupun elektronik.
Tapi dilihat dari persentasenya, jumlah caleg yang memilih untuk beriklan di media massa baik radio maupun koran ternyata sangat sedikit atau bisa dihitung dengan jari. Seperti diungkapkan Deny Sanjaya dari Radio Kijang Kencana FM. Menurutnya, dari ratusan caleg yang ada ternyata hanya 7 yang pasang iklan. Hal senada juga diungkapkan Nano Budiono dari Radio Cinde FM. Menurutnya, jumlah caleg yang memasang iklan di Radio Cinde 101,3 FM bisa dihitung dengan jari.
“Awalnya kami berharap banyak caleg yang akan menggunakan media radio untuk mempromosikan diri. Tapi kenyataannya cuma beberapa gelintir,” ungkapnya. Nano justru mensinyalir sedikitnya caleg yang pasang iklan di radionya adalah akibat banyaknya radio gelap yang beroperasi.
Menurutnya, banyak caleg yang memanfaatkan keberadaan radio gelap untuk berpromosi karena biayanya sangat murah. Bahkan menurut informasi berapapun biayanya akan diterima.
Minat beriklan yang rendah ternyata juga terjadi di media cetak. Dari pengamatan di sejumlah media lokal yang ada, ternyata caleg lokal yang beriklan sangat sedikit dan masih bisa dihitung dengan jari. (oet)
Post a Comment