Komunitas Wayang dan Sandiwara Pantura Makin Tergerus Zaman



Indramayu - Keberadaan kesenian tradisionil Indramayu, lambat-laun nampaknya semakin dijauhi masyarakat. Puluhan bahkan ratusan grup Sandiwara dan Wayang (Kulit/Golek) yang ada di Indramayu, kini nyaris tenggelam ditelan arus globalisasi teknologi.

Anak-anak zaman sekarang, lebih mengenal tokoh-tokoh cerita dari mancanegara yang diperoleh melalui kecanggihan TI (Teknologi Informasi) internet, game ataupun play station. Tokoh-tokoh pewayangan yang biasa dipentaskan dalang wayang dan tokoh sejarah yang diperankan pemain sandiwara, nyaris tak dikenal generasi muda.

Lalu, apa gerangan yang terjadi dengan kesenian tradisionil khas Indramayu yang nota bene merupakan warisan budaya nenek moyang itu. Kadispora dan Budpar (Kepala Dinas Pemuda Olah Raga dan Kebudayaan Pariwisata) Drs. H. Susanto, MM menilai terjadinya kemerosotan seni tradisionil khususnya di Indramayu itu karena sebagian masyarakat, khususnya pelaku seni yang menganggap bahwa berkesenian itu sebagai kegiatan sambilan. Bukan sebagai pekerjaan pilihan. Padahal berkesenian itu mampu menghidupi perekonomian keluarga. Bahkan dapat menggerakkan perekonomian masyarakat.

Menurut Susanto, karena kegiatan berkesenian itu masih dianggap sebagai pekerjaan sambilan, maka banyak pelaku seni yang kurang serius menangani kesenian. Padahal Kabupaten Indramayu ini sejak dahulu dikenal sebagai gudangnya seni.

Agar kesenian tradisionil itu terus eksis dan berkembang, Pemda Indramayu berusaha mencari jalan keluar sehingga pada akhirnya pelaku seni itu bisa lebih profesional. Tentunya menyesuaikan dengan perkembangan zaman seperti saat ini.

Ia mengambil contoh kesenian wayang. Dahulu menanggap kesenian wayang itu sebagai tontonan primadona di masyarakat. Banyak warga yang berduyun-duyun ingin melihat pementasan wayang. Sekarang, tontonan wayang semakin berkurang. Wayang hanya dipentaskan pada saat masyarakat di desa menggelar upacara adat seperti Mapag Sri, Sedekah Bumi dan Unjungan.

KUMPULKAN DALANG
Melihat hal itu, Susanto merasa prihatin. Ia mengajak para pelaku seni untuk terus gigih mempromosikan diri ke masyarakat. Supaya masyarakat khususnya generasi muda, mencintai kesenian tradisionil dan tak berpaling ke kesenian lain.

Diakui pada zaman dahulu, anak-anak bisa dengan mudah mengenal tokoh-tokoh pewayangan melalui permainan gambar. Gambar yang berisi tokoh pewayangan itu sekarang sudah tak kelihatan lagi. Padahal mainan gambar tokoh pewayangan itu bagus untuk mengenalkan tokoh pewayangan kepada anak-anak.

Saya prihatin generasi muda sekarang ini lebih menyukai tontonan alternatif, seperti; permainan game, play station dan sebagainya. Padahal menonton wayang itu syarat dengan pesan-pesan moral; budi pekerti, agama dan sebagainya, katanya.

“Insya Allah ke depan, Dispora dan Budpar Indramayu akan mengumpulkan dalang wayang. Kita akan ajak bicara. Mencari jalan keluar misalnya memperkenalkan kembali tokoh-tokoh pewayangan melalui pendidikan Eskul (ekstra kurikuler) di sekolah-sekolah. Sehingga generasi muda dapat mengenal tokoh pewayangan itu. Sekarang tinggal tergantung pada dalang. Sudah siap kah mereka memasuki sekolah-sekolah melalui Program Studi Eskul,” imbuhnya.

Tak hanya kesenian wayang, Susanto pun melihat kesenian sandiwara yang dahulu menjamur di Indramayu sekarang sudah jarang ditanggap. Padahal sandiwara itu betul-betul dapat menggerakan perekonomian keluarga dan masyarakat. Satu grup sandiwara terdiri dari 60 orang kru. Mereka ada yang menjadi pemeran lakon, nayaga (penabuh gamelan) dan bagian peralatan.

Susanto menambahkan, Pemda Indramayu ikut bertanggung-jawab memfasilitasi bersama pelaku seni. “Pemda Indramayu tidak bisa menghidupi kesenian, tapi bisa menghidupkan pelaku seni di Indramayu dengan program-program kegiatan mengembangkan seni budaya yang ada di Indramayu,” terangnya.

Sebagai kepanjangan tangan Dispora dan Budpar di tingkat kecamatan, sudah ada Pamong Budaya yang tugasnya antara lain memonitor dan mensurvey keberadaan kesenian di desa-desa. (sumber)

Powered by Blogger.