9 TKI Indramayu Ditipu di Malaysia



Indramayu - Perbaikan taraf hidup menjadi harapan besar bagi semua orang. Berbagai upaya meraih kesuksesan pun dilakukan. Perjuangan hidup 9 TKI asal Kabupaten Indramayu Jawa Barat ini salah satunya.

Berharap mendapatkan uang yang banyak, 9 TKI ini mengadu nasib ke Malaysia. Harapan mendapat ringgit pun pupus sudah. Kesembilan TKI itu antara lain, Kasirin (29), Zainal Abidin (24), Taofik Hidayat (33), Tamamun (22), Lukman (22), Jumari (23), Damin (47), Kaeron (30) dan Suganda (37).

Suganda menuturkan, pada awal Desember 2011 lalu, ia bersama rekan-rekannya itu berangkat ke Malaysia. Rencananya mereka akan bekerja sebagai perawat perkebunan kelapa sawit di Miri, Malaysia.

“Awalnya saya mendapat informasi dari teman. Waktu sih janjinya akan kerja jadi perawat kebun kelapa sawit di Miri. Saya pun langsung mengajak teman-teman untuk ikut gabung,” kata Suganda, 20 Januari 2012.

Menurut Suganda, ia dan teman-temannya pergi ke Malaysia tanggal 8 Desember 2011. “Gaji yang dijanjikan itu Rp5 juta tanpa potongan apapun. Saya pun menyanggupinya,” tutur Suganda.

Suganda menceritakan, uang untuk keberangkatannya ke negeri jiran itu didapat dari pinjaman pada sejumlah tetangga dan keluarga di Indramayu. “Saya meminjam uang pada tetangga dan keluarga Rp5 juta untuk keperluan administrasi paspor dan transportasi dari kampung ke Malaysia,” ucapnya.

“Sekarang saya benar-benar sedih. Saya malu sama keluarga. Sekarang saya tidak punya uang sepeser pun, saya bingung harus bayar utang Rp5 juta itu pakai apa. Semua teman-teman pun tidak punya uang lagi,” ucap Suganda.

Suganda menuturkan, bersama rekannya, ia menginap di Jakarta satu malam. Keesokan harinya baru bertolak ke Pontianak. “Dari Bandara Supadio Pontianak saya sudah dijemput langsung oleh seseorang memakai sebuah mobil untuk menuju Miri, Malaysia,” kata Suganda.

Setelah dua hari perjalanan, kata Suganda, ia bersama rekannya tiba di Miri, Malaysia. Di sepanjang perjalanan, tak sepatah kata pun keluar dari si pembawa mobil itu.

“Pokoknya dalam perjalanan itu tidak ada omongan apa-apa, seperti bisu saja orang itu,” kata Suganda. “Yang jemput kami itu ada dua orang, sopir dan penunjuk jalan. Saya bersama teman-teman diturunkan di tengah hutan Miri, Malaysia. Ada sebuah gubuk kecil di hutan itu. Mereka bilang, kalian tunggu saja di sini dulu ya, nanti kami jemput lagi,” kata Suganda, menirukan ucapan sang sopir.

Setelah satu hari, sambung Suganda, jemputan pun tak kunjung datang. Mereka panik bukan kepalang. Pasalnya, semua paspor dibawa sang penunjuk jalan. “Paspor kami semua dibawa mereka. Kami juga tak punya uang sedikitpun. Kami pun langsung mencari perkampungan terdekat,” ucapnya.

Keesokan harinya, mereka berjalan kaki menyusuri jalan. Akhirnya mereka sampai di perkampungan. “Kami ketemu orang sana dan kami bilang, kami telah ditipu. Baju kami pun dijual untuk biaya makan. Dari info orang itu, kami pun langsung berjalan kaki lagi menuju kota di Miri. Kami sampai di kantor Polisi Malasysia. Kami terus terang sama polisi, kami ditipu. Akhirnya kami pun menginap di kantor Polisi itu. Hampir satu bulan lah,” kata Suganda.

Rambut digunduli

Sebagai tanda orang baru memasuki Malaysia, kata Suganda, rambut mereka digunduli. “Rambut kami digunduli polisi Malaysia. Katanya sih sebagai tanda sebagai orang baru datang di Malaysia,” ucapnya.

Setelah menjalani pemeriksaan sebulan di kantor polisi Miri Malaysia, mereka pun akhirnya diantar oleh polisi Malaysia ke perbatasan Entikong, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat.

“Dari situ kami langsung dititip ke Imigrasi Entikong. Setelah dari Imigrasi, kami diserahkan ke kantor Polisi Sektor Entikong. Dari sana kami diantar pakai mobil menuju Pontianak. Dan akhirnya kami ini diserahkan lagi ke Dinsos Provinsi Kalimantan Barat pada kamis kemarin, sekitar jam 1 dini hari,” kata Suganda.

Kaeron, korban penipuan lainnya menceritakan, ia pergi ke Malaysia untuk memperbaiki rumah dan mengkhitankan anak laki-lakinya. Harapan mendapat uang banyak pun hanya tinggal cerita saja. Saat ini ia hanya bisa melamun larut dalam kesedihan.

“Saya sudah susah payah pinjam uang Rp5 juta ke tetangga dan keluarga untuk kerja di Malaysia. Tak tahunya malah ditipu. Benar-benar nggak nyangka akan seperti ini,” kata Kaeron. “Untungnya kami tidak disiksa Polisi Malaysia karena kami semua tidak ada paspor. Identitas kami diambil penipu,” kata Kaeron.

Sambil menunggu kabar pulang, kata Kaeron, mereka tinggal di Dinsos Pemprov Kalbar. “Sekarang kami merasa tenang karena sudah berada di Indonesia,” kata Kaeron. “Walaupun harus menunggu, setidaknya kami sudah dekat dengan kampung halaman kami. Mudah-mudahan secepatnya bisa pulang ke Indramayu,” harap Kaeron. (umi)

Powered by Blogger.