Bangunan SD Roboh, Siswa Belajar di Pinggir Jalan
Indramayu - Robohnya bangunan SDN Rancasari I di Desa Rancasari, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu membuat para muridnya terpaksa belajar di pinggir jalan dalam dua bulan terakhir. Meski demikian, namun belum ada tanda-tanda datangnya bantuan dari Pemkab Indramayu melalui dinas terkait.
Kepala sekolah dan para guru SDN Rancasari I menuturkan, sudah lama para murid mendambakan bangunan sekolah dan kelas yang layak untuk belajar karena selama ini mereka terpaksa menumpang di areal madrasah. Puluhan murid yang tak tertampung bahkan belajar di luar kelas."Tujuh ruang di SD kami sudah rata dengan tanah pada April lalu, roboh karena dimakan usia. Sudah bertahun-tahun kami mengajukan proposal, selama itu juga tidak ada respons bantuan untuk perbaikan. Terpaksa, anak-anak belajar di mana saja. Saya bersyukur mereka masih bersemangat," ujar Kepala Sekolah SDN Rancasari I Sadun, Rabu (7/9).
Dijelaskannya, bangunan SDN Rancasari I dibangun pada tahun 1976. Karena tidak pernah mendapatkan bantuan perbaikan, satu persatu bangunan tua sekolah itu akhirnya ambruk. Puncaknya terjadi pada April lalu saat tak tersisa satu pun ruang kelas karena sudah roboh semua. Akibat ambruknya sekolah, 220 murid terpaksa belajar dengan menggelar tikar di sekitar lahan sekolah atau dii bangunan darurat yang dibangun secara swadaya.
Dalam beberapa bulan terakhir, para murid diperbolehkan menumpang belajar di kelas-kelas Madrasah Hidayatul Mubtadin yang berjarak sekitar 50 meter dari sekolah roboh. Pada pagi sampai siang hari,murid kelas 2 sampai 6 belajar di dalam kelas. Karena jumlah ruang kelas tidak mencukupi, sebanyak 24 murid kelas 1 terpaksa belajar di pinggir jalan, namun masih di dalam areal halaman masjid.Untuk menghindari panas, dibuatkan ruang dadakan dengan atap dan pagar dari bambu sebagai pembatas.
Karena letaknya tepat di pinggir jalan utama desa, hanya dibatasi pagar kompleks madrasah, para guru dan murid terpaksa menghisap debu jalanan dan mendengarkan deru mesin kendaraan sambil berusaha menjaga semangat belajar. Angin kencang pun langsung menusuk badan karena bangunan tak terhalang dinding pun kaca."Ya kalau musim kemarau seperti sekarang, murid kepanasan dan sering mengeluh karena banyak debu. Kalau musim hujan, ya bocor, air pasti masuk karena tidak ada dinding, murid juga dipulangkan saja," papar Sadun.
Kondisi ini diakui beberapa murid dan guru sangat menyiksa. Mereka pun berharap bisa segera belajar di dalam ruang kelas yang layak. Bantuan program pembangunan dari pemerintah Indramayu sangat ditunggu. "Panas, berisik. Ingin belajar di kelas biasa (normal)," kata Rolinda, salah seorang murid kelas 1.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pendidikan Kab. Indramayu Muhamad Rahmat belum bisa memastikan kapan rehabilitasi atau pembangunan SDN Rancasari I akan dilakukan. Berdasarkan data, sedikitnya 1.300 ruang kelas SD di Kab. Indramayu berada dalam kondisi rusak parah dan tidak layak pakai.
Rehabilitasi menjadi kebutuhan mendesak karena jika dibiarkan berpotensi membahayakan keselamatan ribuan murid. Dari sekitar 1.300 kelas rusak berat itu, ada yang sudah tak terpakai, namun lebih banyak yang masih dipakai. Selain kerusakan bangunan, jumlah kursi dan meja belajar juga masih belum memadai atau tidak memiliki mebeler yang baik. Imbasnya, kualitas kegiatan belajar mengajar cenderung terganggu tak berjalan optimal. (KC)
Kepala sekolah dan para guru SDN Rancasari I menuturkan, sudah lama para murid mendambakan bangunan sekolah dan kelas yang layak untuk belajar karena selama ini mereka terpaksa menumpang di areal madrasah. Puluhan murid yang tak tertampung bahkan belajar di luar kelas."Tujuh ruang di SD kami sudah rata dengan tanah pada April lalu, roboh karena dimakan usia. Sudah bertahun-tahun kami mengajukan proposal, selama itu juga tidak ada respons bantuan untuk perbaikan. Terpaksa, anak-anak belajar di mana saja. Saya bersyukur mereka masih bersemangat," ujar Kepala Sekolah SDN Rancasari I Sadun, Rabu (7/9).
Dijelaskannya, bangunan SDN Rancasari I dibangun pada tahun 1976. Karena tidak pernah mendapatkan bantuan perbaikan, satu persatu bangunan tua sekolah itu akhirnya ambruk. Puncaknya terjadi pada April lalu saat tak tersisa satu pun ruang kelas karena sudah roboh semua. Akibat ambruknya sekolah, 220 murid terpaksa belajar dengan menggelar tikar di sekitar lahan sekolah atau dii bangunan darurat yang dibangun secara swadaya.
Dalam beberapa bulan terakhir, para murid diperbolehkan menumpang belajar di kelas-kelas Madrasah Hidayatul Mubtadin yang berjarak sekitar 50 meter dari sekolah roboh. Pada pagi sampai siang hari,murid kelas 2 sampai 6 belajar di dalam kelas. Karena jumlah ruang kelas tidak mencukupi, sebanyak 24 murid kelas 1 terpaksa belajar di pinggir jalan, namun masih di dalam areal halaman masjid.Untuk menghindari panas, dibuatkan ruang dadakan dengan atap dan pagar dari bambu sebagai pembatas.
Karena letaknya tepat di pinggir jalan utama desa, hanya dibatasi pagar kompleks madrasah, para guru dan murid terpaksa menghisap debu jalanan dan mendengarkan deru mesin kendaraan sambil berusaha menjaga semangat belajar. Angin kencang pun langsung menusuk badan karena bangunan tak terhalang dinding pun kaca."Ya kalau musim kemarau seperti sekarang, murid kepanasan dan sering mengeluh karena banyak debu. Kalau musim hujan, ya bocor, air pasti masuk karena tidak ada dinding, murid juga dipulangkan saja," papar Sadun.
Kondisi ini diakui beberapa murid dan guru sangat menyiksa. Mereka pun berharap bisa segera belajar di dalam ruang kelas yang layak. Bantuan program pembangunan dari pemerintah Indramayu sangat ditunggu. "Panas, berisik. Ingin belajar di kelas biasa (normal)," kata Rolinda, salah seorang murid kelas 1.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pendidikan Kab. Indramayu Muhamad Rahmat belum bisa memastikan kapan rehabilitasi atau pembangunan SDN Rancasari I akan dilakukan. Berdasarkan data, sedikitnya 1.300 ruang kelas SD di Kab. Indramayu berada dalam kondisi rusak parah dan tidak layak pakai.
Rehabilitasi menjadi kebutuhan mendesak karena jika dibiarkan berpotensi membahayakan keselamatan ribuan murid. Dari sekitar 1.300 kelas rusak berat itu, ada yang sudah tak terpakai, namun lebih banyak yang masih dipakai. Selain kerusakan bangunan, jumlah kursi dan meja belajar juga masih belum memadai atau tidak memiliki mebeler yang baik. Imbasnya, kualitas kegiatan belajar mengajar cenderung terganggu tak berjalan optimal. (KC)
Post a Comment