Merayakan Hari Ibu Dengan Jadi Kuli Angkut Bata Merah
Maklum, puluhan ibu di desa ini berstatus sebagai kuli bongkar muat bata merah. Karenanya pada Hari Ibu mereka tak bisa meninggalkan pekerjaan rutinnya menaikkan dan menurunkan bata merah dari atas truk ke alamat pembeli.
Di Desa Plosokerep, hampir jarang ditemukan warga yang menganggur. Tua – muda, pria – wanita, setiap hari bekerja. Ada yang bekerja sebagai pengrajin bata merah yang biasa digunakan untuk material bangunan, ada juga yang bekerja bercocok tanam di sawah.
“Upah kami sebagai buruh pengangkut bata merah jumlahnya tidak menentu. Sehari kadang Rp20 ribu, kadang lebih,” ujar Ny. Kar, 32 salah seorang warga Desa Plosokerep yang badannya penuh debu.
Kar dan puluhan wanita desa yang lain bekerja menaikkan bata merah dari ‘pabrik’ bata merah di Blok Lung Salam dan Lung Koneng ke atas truk dan menurunkan ke alamat pembeli. Sekali angkut jumlah bata merah mencapai 5 ribu buah. Dalam satu truk terdapat 6 hingga 10 orang kuli. Semuanya wanita.
“Suami juga sama-sama kerja jadi kuli pembuat bata merah di perusahaan milik bos. Bayarannya tergantung jumlah bata yang berhasil dicetak, sehari tak lepas Rp40 ribu,” kata Su, 33.
Pabrik bata merah di Desa Plosokerep sebagian besar memanfaatkan mesin untuk menggiling tanah liat serta mencetak bata basah. Pengrajin bata merah tetap bekerja meski tak ada sinar matahari yang biasanya digunakan sebagai energi pengering.
Post a Comment