Dilarang Isi Solar, Nelayan Indramayu Nganggur


Foto Ilustrasi

Indramayu - Karena tidak diperbolehkan mengisi solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Untuk Nelayan (SPBN). Ratusan nelayan pun akhirnya menganggur dan mengancam akan menggelar demo besar-besaran ke Pertamina.

Pantauan di muara Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu sekitar 40 kapal nelayan dengan kapasitas di atas 30 Gross Ton (GT) terlihat ditambatkan di pinggir muara. Para nelayan yang biasanya menjadi anak buah kapal (ABK) kapal hanya terlihat duduk-duduk di sekitar kapal. Satu kapal di atas 30 GT biasanya memiliki ABK hingga 20 orang.

Seorang nelayan, Wakiman,32, mengungkapkan ia dan rekan-rekan satu kapal pulang menjelang lebaran. "Biasanya hanya istirahat 3 hingga 4 hari, kami langsung bisa melaut lagi," katanya. Namun sekarang tak kunjung bisa melaut, karena solarnya tak ada.

Seorang pemilik kapal, Sirajudin, mengungkapkan kapal miliknya hingga kini tak kunjung bisa melaut. "Ini karena Pertamina melarang kapal dengan kapasitas di atas 30 GT untuk mengisi solar di SPBN," katanya. Akibatnya, kapal miliknya yang memang memiliki kapasitas di atas 30 GT pun tidak lagi bisa melaut.

Sementara itu ketua Koperasi Perikanan Nelayan (KPL) Mina Sumitra, Ono Surono, mengakui adanya kesulitan nelayan untuk membeli solar di SPBN. Kesulitan tersebut dikarenakan adanya kebijakan dari PT Pertamina. "Mereka melarang kapal di atas 30 GT untuk mengisi solar di SPBN," katanya.

Kapal diatas 30 GT itu diharuskan membeli solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker (SPBB). "Padahal di Indramayu ini belum ada SPBB," katanya. Ada pula pilihan lain, yaitu pemilik kapal di atas 30 GT bisa membeli solar di UPMS BBM Industri dan Marine Regional II, Kramat, Jakarta. Menurut Ono, ini tentu cukup merepotkan karena mereka harus ke Jakarta dahulu untuk membeli solar. "Sangat menyusahkan," katanya.

Tidak hanya itu, untuk membeli solar di UPMS Pertamina, mereka diharuskan menyiapkan 29 dokumen. Diantaranya buku langganan bunker, dokumen kepemilikan kapal serta pajak dan giro bank. "Pengurusan dokumen itu pun memakan waktu berhari-hari," katanya. Tidak hanya itu, solar pun baru bisa dikirim 4 hari setelah pengurusan dokumen selesai. "Benar- benar berbelit-belit dan menyusahkan," katanya.

Sebenarnya, SPBN yang ada, lanjut Ono bisa diubah menjadi SPBB. Namun untuk mengubahkan membutuhkan biaya yang tinggi dan waktu yang tidak sebentar. Padahal nelayan membutuhkan solar secepatnya untuk bisa melaut dan membiayai kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.

Ono pun berharap kepada Pertamina maupun instansi terkait bisa mempermudah pembelian solar untuk kapal-kapal di atas 30 GT. "Tolong jangan persulit kami untuk mencari nafkah," katanya. Jika tidak juga dipermudah, para nelayan pun mengancam akan melakukan demo dan unjuk rasa besar-besaran. (Tmp)
Powered by Blogger.