Tambak Lele Dumbo sejahterakan masyarakat Krangkeng




INDRAMAYU - Selain sektor pertanian, pertambakan garam dan bandeng, Kecamatan Krangkeng masih punya produk perekonomian yang cukup diandalkan yaitu pertambakan ikan lele dumbo.

Dengan luas areal mencapai 12.000 meter persegi yang tersebar di empat desa yaitu Dukuh Jati, Kapringan, Srengseng, dan Kalianyar, produk ikan lele ini cukup menjanjikan.
Hal ini terbukti sejak tahun 1993, pertambakan ikan lele tidak pernah mengalami kemandegan. Bahkan dalam sehari mampu panen rata-rata sebanyak 3 ton.

Ditemui di lokasi tambak lele Desa Dukuh Jati, Sabtu (27/6) lalu, ketua kelompok petambak lele AL LAILI H Tayin mengatakan, usaha pertambakan lele dumbo ini dirasakan cukup menguntungkan sehingga animo masyarakat bertambak lele tetap tinggi. Walaupun modal yang harus dikeluarkan cukup tinggi, namun bertambak lele tetap dilakukan.
Menurut H Tayin, untuk satu petak kolam lele luasnya enam ratus meter persegi, ditanami 20.000 bibit ikan dengan harga pembelian sebesar Rp2.000.000. Harga per ekor Rp100,- dengan ukuran sebatang rokok. Kemudian dipelihara selama lima puluh hari menghabiskan pakan sebanyak dua ton dengan harga Rp12.800.000.

Satu petak kolam dapat menghasilkan minimal delapan belas kwintal ikan lele. Jumlah itu akan meningkat sampai 2 ton apabila faktor kematian kecil. Harga perkilogram saat ini Rp10.500. Jadi dengan delapan belas kwintal menghasilkan uang sebesar Rp18.900.000.

Dikurangi modal Rp15.000.000 (dengan ongkos tenaga saat panen), maka dapat menghasilkan laba Rp3.900.000. Laba bersih sebesar ini didapat petani tambak hanya dalam waktu limapuluh hari atau kurang dari dua bulan saja, karenanya, bertambak lele dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, jelas H Tayin.

H Tayin menjelaskan kendala yang dihadapi dalam bertambak ikan lele ini adalah faktor hama yaitu kodok dan ular serta kanibalisme yang dilakukan oleh ikan lele yang lebih besar. Oleh karena itu, memelihara ikan lele dalam satu kolam harus yang sama besar ukurannya.


Bibit lele yang baik adalah bila sudah sebesar batang rokok karena bisa dipastikan akan selamat dari sergapan pemangsa dan lebih tahan terhadap kondisi air. Juga faktor penyakit yang ditimbulkan virus yaitu penyakit koreng, moncong putih dan bisul. Apabila bibitnya masih kecil relatif gampang mati dan mudah dimangsa oleh hama serta tidak tahan terhadap penyakit. Bibit lele didatangkan dari daerah Cirebon dan Gabus serta dari balai benih ikan (BBI) di Anjatan.

Kegiatan pemanenan dilakukan tiap hari karena anggota kelompok melakukan penanaman bibit secara terus menerus. Karena tiap hari ada panen, maka membutuhkan tenaga kerja yang selalu siap. Pemanenan dilakukan dengan cara penjaringan lalu penyedotan air dengan pompa. H Tayin menceritakan, dulu pada tahun 2000 pernah dicoba menanam ikan nila giv, namun gagal. Ikannya tidak bisa besar dan banyak yang mati. Hal ini dikarenakan airnya tidak cocok sehingga masyarakat jera dan kembali menanam lele.

Menurut H Tayin, ikan lele hasil petani tambak di Krangkeng ini dipasarkan ke daerah Pekalongan, Purwakarta, Jakarta dan Bandung. Para pembeli itu datang sendiri ke Krangkeng. Para petani hanya tahu harga bersih, tidak memikirkan distribusi.

Menyadari potensi yang cukup besar dari pertambakan lele, Camat Krangkeng Dedi Darpadi melalui Sekretaris Kecamatan Eli Suwarli mengatakan pihaknya selalu melakukan pembinaan terhadap petani tambak lele tersebut. Kegiatan pembinaan dilakukan melalui forum KTNA atau sarasehan langsung dengan para petambak di lokasi. Disamping itu juga bekerjasama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu.

Kegiatan pertambakan lele ini pernah diikutkan lomba di tingkat provinsi yang juaranya diraih petambak lele Losarang. Kami bersyukur dengan adanya pertambakan lele ini, daya beli masyarakat menjadi naik, tutur Eli Suwarli

Powered by Blogger.