Penggarap lahan Perhutani laporkan pungli ke Bupati




INDRAMAYU - Meski sudah duduk satu meja antara Perum Perhutani, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (dulu Kantor Bunhut), Lembaga Masyarakat Daerah Hutan (LMDH) dalam hal pungutan, belakangan kebersamaan itu hilang karena setiap akan melakukan pungutan, selalu saling mendahului.

Pada awalnya telah disepakati, para penggarap lahan tumpangsari kayu putih di kawasan Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Indramayu dibebani pungutan, kemudian dari pertemuan itu lahirlah perjanjian kerja sama (PKS).

Dalam satu hektarenya setiap penggarap dikenai pungutan berkisar antara Rp200.000 sampai Rp600.000, tergantung kondisi kawasan hutan yang digarapnya. Didalamnya sudah termasuk pungutan yang harus masuk ke kas daerah sesuai Perda No.13/2002 sebesar Rp100.000 yang disetorkan ke nomor rekening atas nama Sutanto Jaya.

Selanjutnya dibentuklah petugas pemungut terdiri dari unsur Perum Perhutani, Dinas Hutbud dan Pemdes setempat. Dari ketiga unsur tersebut kemudian menunjuk petugas yang akan melakukan pungutan, dari Perum diwakili oleh LMDH, Pemdes oleh perangkat desa dan Dinas Hutbun melalui petugas pemungut retribusi yang ditunjuknya dan diberi surat tugas.

Saling pungut
Menurut Cariman, penggarap yang juga petugas retribusi dari petak 11 BKPH Plosokerep Selasa (9/6) mengatakan, Pada awalnya setiap melakukan pungutan kami selalu bersama, namun entah kenapa belakangan kebersamaan itu hilang dan sekarang setiap akan melakukan pungutan selalu saling mendahului, keluhnya.

Dengan pecahnya kebersamaan itu, pihaknya merasa kesulitan, karena pada saat melakukan penarikan retribusi, tidak sedikit para penggarap yang mengatakan kalau mereka sudah membayar kepada petugas lain.

Meski tidak optimal, ia tetap melakukan pungutan dan kalau sudah terkumpul langsung disetorkan ke BPR terdekat ke nomor rekening atas nama Bapak Sutanto Jaya.
Berdasarkan pengakuannya, pada tahun 2008 lalu dia sudah menyetorkan hasil pungutan ke nomor rekening dimaksud sebesar Rp9 juta.

Ketika disinggung kenapa harus setor ke nomor rekening tersebut dan tidak setor langsung ke kas daerah, ia tidak paham. Yang pasti, karena bentuk perintah penyetorannya seperti itu, maka saya turuti dan setiap melakukan penyetoran selalu disetorkan ke nomor tersebut, tandas Cariman.

Ada intimidasi
Disamping itu kata Cariman, dengan pecahnya kebersamaan, belakangan para penggarap mengeluh, pasalnya mereka kerap menjadi obyek pungli dari oknum petugas pemungut yang mengaku dari Perum Perhutani. Diakuinya, secara pribadi dia sering mendapat keluhan dari para penggarap yang ada di wilayahnya.

Mereka (petugas dari Perum, Red) sering mengancam, kalau tidak membayar pungutan, maka lahan garapannya akan dioper alih ke penggarap lain, keluh Cariman menirukan ucapan para penggarap seraya menambahkan, intimidasi seperti itu hampir terjadi ke semua penggarap.

Dikatakan Cariman yang diamini oleh Sukarno dan Sarki, karena banyaknya intimidasi yang dilakukan oleh oknum tersebut, dalam waktu dekat para penggarap rencananya akan mengadukan hal tersebut ke Bupati Indramayu H. Irianto MS Syafiuddin (Yance).

Hanya nama
Aduan yang akan disampaikan diantaranya, selama menggarap lahan tumpangsari kayu putih, mereka selalu dijadikan obyek kebijakan yang tidak jelas, padahal status mereka sebagai pengarap adalah mitra kerja.

Penggarap mempunyai hak, seperti biaya penanaman, pemeliharaan, pembuatan/pemasangan ajir dan lainnya. Mengenai hal itu pernah disampaikan kepada pejabat di Perum Perhutani, namun dampaknya mereka diancam dan ditekan oleh petugas di lapangan yang mengatasnamakan pembantu mandor (preman hutan kaki tangan mandor)
Dikritisi pula, munculnya program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) yang semula diharapkan jadi titik terang perubahan di Perum Perhutani, namun realita di lapangan hanya namanya saja, sedang pola pelaksanaannya tetap seperti dulu. Bagi hasil PHBM dengan penggarap yang menjadi program andalan Perhutani hanya kiasan belaka, karena sampai sekarang belum menikmati hasil kerjasama tersebut, baik melalui program sosial maupun fisik.

Beban ini, terpaksa kami sampaikan kepada Bapak Bupati Indramayu, karena kami sudah tidak berdaya dengan kondisi yang ada di lapangan, sedang kami butuh penghidupan guna memenuhi ekonomi keluarga, ujar Cariman memelas.

Powered by Blogger.