Ribuan Pekerja PLTU Golput

Hingga H-3 Tidak Serahkan Formulir A-5
SUKRA
– Ribuan pekerja proyek Pembangkit Listrik Tenaga uap (PLTU) PLTU yang berlokasi di Desa Sumuradem Kecamatan Sukra, memilih untuk tidak menyalurkan hak politiknya alias menjadi golongan putih (golput). Hingga kemarin tidak ada satupun pekerja proyek yang umumnya berasal dari luar daerah menyerahkan formulir A-5, atau permohonan pindah tempat pemungutan suara (TPS) yang diterima panitia penyelenggara pemilu setempat.

Ketua PPK Sukra Ubed Iskandar mengakui, sampai H-3 batas akhir penyerahan formulir A-5, belum ada satupun pekerja PLTU yang berasal dari luar daerah mendaftarkan diri untuk melakukan pemungutan suara di Kecamatan Sukra. “Dari laporan PPS maupun TPS belum ada. Termasuk yang ada di Desa Sumuradem,” ungkapnya, Selasa (7/4) di sekretariat PPK.
Kalaupun akan mencontreng di Sumuradem, kata Ubed, sudah pasti surat suara yang tersedia tidak akan cukup. Sebab diperkirakan jumlah migran pada mega proyek milik PT PLN yang bekerjasama dengan investor dari Cina itu, jumlahnya mencapai ribuan orang. Sementara PPK Sukra sendiri hanya memiliki 2 persen surat suara cadangan.
Kendati demikian, pihaknya sudah menyarankan kepada PLTU supaya para pekerja dari luar daerah dapat menggunakan hak pilihnya. “Tapi sejauh ini belum ada satu pun yang memanfaatkannya. Mungkin nyontreng di daerahnya masing-masing,” tambah Ubed.
Terkait jumlah konkrit pekerja pendatang di proyek PLTU, ternyata masih simpang siur. Sejumlah pihak, mengaku tidak mengetahuinya. Namun ada yang menyebut 2.000 orang, bahkan lebih.
Hanya saja dari asumsi Wakil Ketua Forum Komunikasi Karang Taruna Kecamatan Sukra Hikmatullah, disebutkan jumlahnya mencapai 3.000 orang. Sepuluh persen putra daerah, 90 persennya adalah pendatang. Mereka berasal dari berbagai daerah se-Indonesia. Kebanyakan dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan pulau Sumatera.
Hikmatullah mengatakan, kemungkinan besar para pekerja pendatang memilih golput. Hal itu bisa dilihat dari aktivitas pekerjaan di PLTU yang tetap berlangsung hingga H-2 pemilu. “Hanya libur dua hari. Pada tanggal 9 pelaksanaan pemilu dan tanggal 10 bertepatan libur nasional. Hari Sabtunya sudah mulai kerja lagi,” ujarnya.
Dengan kondisi waktu yang sangat mepet itu, ditambah sesuai master plan pembangunan PLTU dikebut pekerjaanya supaya kelar sebelum akhir tahun 2009, tidak memungkinkan bagi pekerja yang berasal dari luar Indramayu untuk balik kampung mengurusi administrasi pemilu. Apalagi, biaya yang harus dikeluarkan juga tidak murah.
Dari pantauan Hikmatulah, banyak pekerja luar di PLTU yang mengontrak atau nge-kost di sejumlah desa bersikap biasa saja. Seolah tidak peduli dengan pesta demokrasi lima tahunan yang sebentar lagi akan digelar. “Ini menjadi catatan, supaya ada transparansi berapa sih jumlah pekerja PLTU yang sebenarnya? Terus dari mana saja? Karena selama ini, terkesan tertutup,” saran Hikmat. (kho)
Powered by Blogger.