Telur Asin Indramayu Saingi Telur Asin Brebes

INDRAMAYU — Brebes, kota penghasil telur asin yang sudah lama terkenal, ternyata mulai mendapat saingan dari Indramayu. Daerah yang juga merupakan daerah penghasil telur asin ini, konon rasanya juga tidak kalah dengan produk buatan Brebes.


Cara membedakan kualitas telur asin Indramayu adalah dari warna kuning telurnya yang lebih kemerahan, sementara telur asin Brebes berwarna kuning keputih-putihan atau kebiru-biruan.

Apa yang menyebabkan terjadinya perbedaan warna kuning telur tersebut, menurut Banori, pemilik Usaha Dagang (UD) Hikmah adalah tak lain terletak dari cara pemeliharaan itiknya.

Kabupaten Indramayu, yang memiliki sumber daya pertanian dan sebagai lumbung padi Jawa Barat, sangat berpotensi untuk peternakan itik. Lokasi sawah pascapanen dapat digunakan sebagai tempat ternak itik dengan sisa-sisa panen.

Ternak itik di kabupaten Indramayu ini memberi kontribusi telur tawar per tahun mencapai 20 juta butir dengan total pemutaran omzet hampir Rp15 miliar, yang tersebar dari ujung timur kecamatan Krangkeng sampai ujung barat Kecamatan Sukra, demikian menurut Forum Usaha Kecil Menengah (UKM) setempat.

Dengan cara pemeliharaan itik yang berbeda, di mana di Brebes para petani memelihara itik di kandang, sementara di Indramayu dengan cara diangon sehingga jelas pakan yang dikonsumsi juga berbeda.

Kalau itik kandang mengonsumsi pakan olahan, pakai konsentrat. Sedangkan itik yang diangon (dilepas) mengonsumsi sisa-sisa padi di sawah, hal ini menimbulkan perbedaan pada kualitas telur, kata Banori.

Produksi UD Hikman, menurut Banori, sekitar 1,5 juta butir per tahun dengan pola intiplasma, dan produksinya dipasarkan baik lokal maupun ke Jakarta dan Bandung dengan 22 agen yang bertugas mendistribusikan.

Ia mengaku sebelum mendapat modal usaha dari kredit pola penjaminan dari Bank Bukopin Cabang Cirebon, atas saran Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali , usaha yang dirintis sejak 1990-an itu hanya mengelola dengan sistem plasma dengan 10 peternak saja dan populasi sekitar 200 itik.

Namun, setelah memperoleh pinjaman tersebut pada sekitar 2002 sebesar Rp 440 juta, maka usahanya berkembang pesat menjadi 100 plasma yang dibagi menjadi 12 kelompok plasma, dengan populasi itik menjadi sekitar 30.000 ekor.

"Produksi sehari bisa mencapai 10.000 butir telur," katanya.

Dalam usaha pembuatan telur asin, Banori melibatkan delapan karyawan yang memproses telur asin dengan gaji rata-rata setiap bulan antara Rp 400.000 hingga Rp 1 juta.

Meski mengaku mendapat saingan utama telur asing Brebes yang sudah punya nama, tetapi justru persaingan itu lebih memacu usaha telur asinnya dengan menjaga kualitas produknya.

Telur asin buatan UD Hikmah dikategorikan menjadi tiga, yakni super, sedang, dan kecil. Untuk super dijual dengan harga grosir Rp 900 per butir, sedang Rp 800, dan kategori kecil hanya Rp 700 per butir. "Yang super biasanya untuk supermarket," katanya.

Banori mengaku semakin bersemangat dan bertekad menjadikan usahanya lebih besar agar bisa memberdayakan masyarakat kecil khususnya para peternak yang tergabung dalam plasma.

"Yang membuat saya puas, selain mendapatkan keuntungan ekonomi, tapi juga dapat memberdayakan masyarakat kecil, seperti para peternak khususnya yang tergabung dalam plasma. Rata-rata setiap peternak dapat memperoleh penghasilan sekitar Rp 70.000 per hari.

Powered by Blogger.