Kisah TKI Indramayu di Rumah Ipar Presiden Tunisia
Indramayu - Situasi di Tunisia dalam beberapa pekan terakhir membuat para tenaga kerja asal Indonesia (TKI) kena getahnya. Mereka yang bekerja di rumah keluarga maupun kerabat Presiden Tunisia, Zine El Abidine Ben Ali, mengaku sempat terperangkap di rumah majikannya karena situasi memanas di luar.
Tenaga Kerja Wanita asal Indramayu, Widaningsih, 24, mengatakan bahwa rumah majikannya, yang merupakan kakak ipar Ben Ali bernama Jalila Trabelsi, dikepung oleh ratusan orang pendemo. Widaningsih bersembunyi di loteng dan mengaku sangat ketakutan karena massa yang marah mulai memasuki rumah.
“Saat itu, rumah majikan saya sudah hancur dan barang-barang sudah ludes dijarah. Saya sangat ketakutan,” ujar Widaningsih saat bersaksi di Kementrian Luar Negeri Indonesia di Jakarta. Bersama 31 orang lainnya, Widianingsih berhasil dievakuasi dari Tunisia.
Widaningsih mengatakan bahwa saat itu majikannya sudah kabur entah kemana, meninggalkan dia bersama para tenaga kerja lainnya yang berasal dari berbagai negara. Dia mengaku tidak tahu menahu apa yang dilakukan oleh majikannya sehingga rumahnya dihancurkan sedemikian rupa.
“Lalu orang-orang naik ke atas, saya sangat ketakutan, takut diapa-apakan,” lanjut perempuan asal Kota Indramayu itu.
Beruntung, beberapa mahasiswa menolong Widaningsih dan menenangkannya. “Mereka mengatakan untuk tidak takut, karena saya tidak ada hubungannya dengan hal ini,” ujar Widaningsih. Kemudian dia menelepon Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tunis untuk minta dijemput.
Situasi yang sama dialami oleh Sriyati, 31, yang bekerja di rumah keluarga menantu Ben Ali, Mohamed Sakhr El-Matri, yang . Mereka sempat terperangkap selama beberapa hari di lingkungan istana kepresidenan dengan penjagaan ketat militer.
“Kami tidak bisa keluar, militer berjaga di semua tempat, sampai ke atap-atap,” ujar Sriyati.
Militer tidak memperbolehkan semua orang keluar dari rumah tersebut dengan alasan keamanan. Sriyati kemudian menelepon pihak KBRI di Tunis untuk menjemputnya ke istana. Namun, ujarnya, militer bertindak sangat agresif dan mengusir staf KBRI yang datang untuk menjemput mereka.
“Bahkan militer menembak ban mobil staf KBRI,” kata Sriyati.
Setelah beberapa lama, barulah dia diperbolehkan untuk keluar oleh militer dan ditampung di KBRI, lalu dipulangkan ke tanah air.
Ketiga orang ini, seperti semua WNI yang dipulangkan ke tanah air, adalah para pekerja ilegal yang tidak memiliki surat izin kerja dan izin tinggal, serta tanpa dilindungi kontrak kerja yang jelas. Dipekerjakannya mereka di lingkungan kepresidenan dikarenakan calo atau sponsor yang menyalurkannya mempunyai hubungan dengan keluarga presiden.
“Kami diberi kemudahan karena akan bekerja pada keluarga presiden,” ujar Widaningsih yang mengaku dibawa dari Dubai menuju Tunisia oleh seorang calo yang dekat dengan keluarga Presiden. "Kapok, saya tidak akan kembali kerja di luar negeri," ujar Widaningsih. (sumber)
Tenaga Kerja Wanita asal Indramayu, Widaningsih, 24, mengatakan bahwa rumah majikannya, yang merupakan kakak ipar Ben Ali bernama Jalila Trabelsi, dikepung oleh ratusan orang pendemo. Widaningsih bersembunyi di loteng dan mengaku sangat ketakutan karena massa yang marah mulai memasuki rumah.
“Saat itu, rumah majikan saya sudah hancur dan barang-barang sudah ludes dijarah. Saya sangat ketakutan,” ujar Widaningsih saat bersaksi di Kementrian Luar Negeri Indonesia di Jakarta. Bersama 31 orang lainnya, Widianingsih berhasil dievakuasi dari Tunisia.
Widaningsih mengatakan bahwa saat itu majikannya sudah kabur entah kemana, meninggalkan dia bersama para tenaga kerja lainnya yang berasal dari berbagai negara. Dia mengaku tidak tahu menahu apa yang dilakukan oleh majikannya sehingga rumahnya dihancurkan sedemikian rupa.
“Lalu orang-orang naik ke atas, saya sangat ketakutan, takut diapa-apakan,” lanjut perempuan asal Kota Indramayu itu.
Beruntung, beberapa mahasiswa menolong Widaningsih dan menenangkannya. “Mereka mengatakan untuk tidak takut, karena saya tidak ada hubungannya dengan hal ini,” ujar Widaningsih. Kemudian dia menelepon Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tunis untuk minta dijemput.
Situasi yang sama dialami oleh Sriyati, 31, yang bekerja di rumah keluarga menantu Ben Ali, Mohamed Sakhr El-Matri, yang . Mereka sempat terperangkap selama beberapa hari di lingkungan istana kepresidenan dengan penjagaan ketat militer.
“Kami tidak bisa keluar, militer berjaga di semua tempat, sampai ke atap-atap,” ujar Sriyati.
Militer tidak memperbolehkan semua orang keluar dari rumah tersebut dengan alasan keamanan. Sriyati kemudian menelepon pihak KBRI di Tunis untuk menjemputnya ke istana. Namun, ujarnya, militer bertindak sangat agresif dan mengusir staf KBRI yang datang untuk menjemput mereka.
“Bahkan militer menembak ban mobil staf KBRI,” kata Sriyati.
Setelah beberapa lama, barulah dia diperbolehkan untuk keluar oleh militer dan ditampung di KBRI, lalu dipulangkan ke tanah air.
Ketiga orang ini, seperti semua WNI yang dipulangkan ke tanah air, adalah para pekerja ilegal yang tidak memiliki surat izin kerja dan izin tinggal, serta tanpa dilindungi kontrak kerja yang jelas. Dipekerjakannya mereka di lingkungan kepresidenan dikarenakan calo atau sponsor yang menyalurkannya mempunyai hubungan dengan keluarga presiden.
“Kami diberi kemudahan karena akan bekerja pada keluarga presiden,” ujar Widaningsih yang mengaku dibawa dari Dubai menuju Tunisia oleh seorang calo yang dekat dengan keluarga Presiden. "Kapok, saya tidak akan kembali kerja di luar negeri," ujar Widaningsih. (sumber)
Post a Comment