Legenda Kerajaan Jin Pulomas Indramayu ( Bagian Ke III )



Indramayu - Jika siang hari, untuk sampai di rumah juru kunci bisa memanfaatkan jasa ojeg dengan ongkos Rp. 5.000. Jika ada keinginan untuk refreshing, disarankan jalan kaki sambil menyusuri tepian pantai. Meskipun disana-sini sudah tercipta bibir pantai curam akibat abrasi, namun tetap masih menyisakan panorama khas pantai yang indah untuk dinikmati.

Tapi jika lepas Maghrib, jangankan dibayar duakali lipat, dibayar seratus ribu pun tidak bakalan ada tukang ojeg yang bersedia mengantar ke rumah Wak Cartim. Paling disarankan menginap di rumah penduduk untuk berangkat keesokan paginya. Memang tidak sulit mendapatkan penginapan di tempat itu. Nyaris setiap rumah penduduk di desa itu dengan senang hati disinggahi dengan membayar sewa inap sebesar Rp. 50.000 semalam. Dengan sewa sebesar itu malamnya mendapatkan jamuan kopi hangat berikut cemilan khas kampung, dan keesokan paginya seusai mandi mendapatkan segelas kopi disusul sarapan berupa longsong. Sehingga jika ditotal, sewa 50.000 benar-benar murah meriah.

Namun ternyata tidak gampang mengadakan ritual pesugihan di Pulomas. Selama seharian, Wak Cartim tak bosan-bosannya menasihati tamunya supaya mengurungkan rencananya yang jelas-jelas menyimpang dari syariat agama itu. Jika seharian dinasihati tetap ngotot, maka malamnya baru bisa digelar ritual gaib dipandu langsung Wak Cartim.

Ada juga bocoran dari Wak Cartim, khusus bagi orang yang lahir hari Jumat, jangan coba-coba mengadakan ritual, karena dijamin ditolak penduduk gaib Pulomas.

Tidak aneh ketika menyebutkan nama Misteri yang memang lahir hari Jumat karena berawal sukukata “Dha”, tanpa banyak dalih langsung ditolak. Tapi, karena maksud singgah di tempat itu bukan untuk ritual pesugihan melainkan dalam rangka menghimpun bahan tulisan, dengan agak berat hati, Wak Cartim mengizinkan Misteri untuk bermalam di rumah gubuk miliknya.

Malamnya, sejak lepas Isya, Wak Cartim langsung mengajak Misteri bincang-bincang di ruang tamu. Di ruangan ini hanya tersedia tikar pandan dan bantal kapuk randu. Tak ada perangkat meubeler, akibatnya, mesti duduk bersila di lantai tanah yang dilapisi tikar.

Ada yang aneh, meski rumah berada di sekitar rawa dengan dinding bilik dari anyaman bambu, namun di ruang tamu ini tidak terdengar dengungan nyamuk walau satu ekorpun.

Dalam perbincangan, Wak Cartim lebih mendominasi. Banyak sekali yang diceritakan, mulai soal tamu-tamu yang seluruhnya dari kalangan orang-orang gagal dan putus asa, hingga petikan sejarah kerajaan gaib Pulomas seperti yang sudah dipaparkan di muka.

“Karena umurnya mendekati seribu tahun, Gusti Raden Werdinata kini lebih banyak berada di ruang kholwat daripada mengurusi pemerintahan. Beliau lebih banyak berdzikir kepada Allah daripada urusan dunia,” kata Wak Cartim.

Mendengar penuturan kali ini, Misteri dibuat heran. Keheranan di benak Misteri rupanya bisa terbaca. Wak Cartim langsung menjelaskan, semasa masih di bawah pengaruh Maharaja Budipaksa, Raden Werdinata tidak memiliki agama apapun kecuali adat leluhur. Tapi, sejak resmi mengikat persaudaraan dengan Raden Wiralodra, dia menyatakan diri masuk ajaran agama Islam.
Sebagai Raja muslim yang taat, Raden Werdinata tidak pernah dan tidak akan menyesatkan manusia apalagi dari keturunan Raden Wiralodra. Lalu siapa yang mengadakan ikatan perjanjian pesugihan dengan bangsa manusia? “Sama halnya bangsa manusia, bangsa jin di Pulomas pun ada yang menganut Islam dan agama lainnya, juga ada yang melestarikan adat leluhur. Ada penduduk yang berbudi luhur ada juga yang berperangai jahat. Nah, penduduk Pulomas yang berperangai jahat inilah yang selama ini menangani proses perjanjian pesugihan dengan manusia,” urai Wak Cartim.

Logikanya, mustahil seorang raja mau melayani urusan manusia dari kalangan rakyat biasa. Selain tidak pernah menyesatkan, Raden Werdinata juga konsisten dengan ikatan persaudaraan dengan Raden Wiralodra meski saudaranya itu sudah wafat sejak ratusan tahun silam. Buktinya, dalam dzikirnya, suatu malam Raden Werdinata mendapat petunjuk bahwa daerah Indramayu bakal diterjang ombak pemusnah (Tsunami). Tanpa banyak pertimbangan, dia menyudahi dzikirnya lalu mendatangi penguasa Pantai Utara.

Di hadapan Nyi Ratu Nawangwulan, Raden Werdinata meminta supaya ombak pemusnah itu jangan sampai menerjang penduduk Indramayu. Jika ombak pemusnah itu sampai menerjang, dia sepakat untuk bertarung.

Meskipun sadar ilmu Nyi Ratu Nawangwulan jauh lebih tinggi, demi ikatan persaudaraan dengan Raden Wiralodra, dia rela mempertaruhkan nyawanya mati di tangan Nyi Ratu Nawangwulan.

“Untungnya Nyi Ratu Nawangwulan bersedia memenuhi permintaannya, sehingga ombak pemusnah itu urung menerjang Indramayu dan berputar menerjang daerah Pangandaran, Kabupaten Ciamis,” ungkap Wak Cartim, menutup kisahnya.

Menjelang tengah malam, Wak Cartim pamit untuk mengadakan ritual pribadi di kamar tidurnya, sementara Misteri disuruh tetap di ruang tamu dengan ditemani bantal kumal.

Seiring merembesnya bau buhur jin dari sela-sela dinding bilik kamar tidur, alam mimpi pun tersingkap dan Misteri tidur di ruang tamu yang lumayan sempit itu. Selesai (Sumber)
Powered by Blogger.